Korupsi Tanpa Keuntungan Pribadi: Kesalahan dalam Keputusan Berinvestasi yang Merugikan Negara

Pada kesempatan kali ini saya akan menulis analisa saya atas Putusan Nomor 34/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI yakni putusan tindak pidana korupsi Karen Galaila Agustiawan, mantan Direktur Utama PT. Pertamina (Persero). Yang sudah final dengan adanya putusan kasasi nomor 121 K/Pid.Sus/2020. Dalam pembahasan ini saya akan mengulas mengenai sisi peraturan, tata kelola serta penegakan hukum dan tulisan ini hanya pendapat pribadi dari penulis dan tidak melibatkan pandangan umum dari organisasi dimana penulis bekerja.

Sebagai seseorang yang berpengalaman dalam melakukan reviu dan penugasan pengawasan terkait tata kelola BUMN, saya sering menemukan bahwa banyak BUMN tidak mengindahkan pedoman internal mereka. Hal ini membuka peluang terjadinya tindak pidana korupsi dan kerugian besar bagi negara. Oleh karena itu, menjaga prosedur dan regulasi tetap harus menjadi prioritas utama untuk memastikan tata kelola yang baik dan menghindari kejadian serupa di masa depan. Intinya itulah yang akan saya tulis pada kesempatan kali ini. Dengan alasan bahwa perlu kehati hatian agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi.

Jadi berdasarkan Putusan Nomor 34/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI memutuskan bahwa Ir. Galaila Karen Kardinah alias Karen Galaila Agustiawan, mantan Direktur Utama PT. Pertamina (Persero), didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait investasi Participating Interest (PI) di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tanpa due diligence dan analisis risiko yang memadai, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp568.066.000.000.

Investasi Participating Interest (PI) adalah bagian atau saham dalam kepemilikan proyek atau usaha, terutama dalam bidang minyak dan gas. Ketika sebuah perusahaan memiliki PI dalam sebuah blok minyak atau gas, itu berarti mereka memiliki sebagian hak dan tanggung jawab atas proyek tersebut. Misalnya, jika sebuah perusahaan memiliki 10% PI dalam sebuah blok minyak, perusahaan tersebut berhak mendapatkan 10% dari hasil produksi minyak atau gas dari blok tersebut. Namun, mereka juga harus menanggung 10% dari biaya eksplorasi, pengembangan, dan operasional blok tersebut. Investasi dalam PI berarti membeli sebagian kepemilikan ini dari pemilik saat ini. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan dari hasil produksi minyak atau gas di masa depan. Namun, seperti semua investasi, ada risiko yang terlibat, terutama jika tidak ada kajian dan analisis risiko yang memadai sebelum melakukan investasi tersebut.

Kronologisnya Pada tahun 2009, PT. Pertamina memutuskan untuk berinvestasi di Blok BMG Australia tanpa kajian dan persetujuan yang cukup dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT. Pertamina, serta meskipun terdapat banyak ketidaklengkapan data dan hasil due diligence yang menunjukkan risiko tinggi. Rapat pengambilan keputusan dilakukan tanpa dicatat dalam Notulen Rapat Direksi, bertentangan dengan Anggaran Dasar PT. Pertamina.

Selanjutnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Prosedur investasi yang tidak sesuai dengan ketentuan internal PT. Pertamina, pengabaian hasil due diligence yang menyarankan untuk tidak melanjutkan investasi karena risiko tinggi, dan keputusan untuk mengakuisisi PI Blok BMG yang hanya didasarkan pada skenario upside potential yang tidak terbukti, semuanya mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan bagi negara. Pengadilan menekankan pentingnya mematuhi prosedur dan regulasi internal dalam pengambilan keputusan investasi dan memutuskan hukuman yang sesuai bagi terdakwa.

Tidak terbukti menguntungkan diri sendiri

Dalam putusan Nomor 34/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI, terdapat beberapa bagian yang menjelaskan bahwa Karen Galaila Agustiawan tidak terbukti menguntungkan diri sendiri. Berikut adalah beberapa kutipan penting dari putusan tersebut:

  1. “Bahwa putusan tersebut terdapat perbedaan pendapat (Dissenting Opinion) dari Hakim Ad Hoc Tipikor sebagai Hakim Anggota III yang intinya tidak sependapat dengan putusan Pengadilan Tingkat Pertama dan berpendapat bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Dakwaan Primair maupun Dakwaan Subsidair karena perbuatan Terdakwa untuk kepentingan bisnis, bukan untuk kepentingan pribadi sehingga bukan merupakan kerugian negara dan tidak memperkaya atau menguntungkan Terdakwa”​​.
  2. “Menyatakan Terdakwa Ir. Galaila Karen Kardinah alias Karen Galaila Agustiawan alias Karen Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Primair maupun Dakwaan Subisdair”​​.
  3. “Membebaskan Terdakwa Ir. Galaila Karen Kardinah alias Karen Galaila Agustiawan alias Karen Agustiawan dari seluruh dakwaan, Baik Dakwaan Primair maupun Dakwaan Subsidair”​​.

Dari kutipan-kutipan tersebut, jelas bahwa pengadilan menemukan bahwa Karen Galaila Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi untuk keuntungan pribadi, melainkan tindakan yang dilakukan terkait dengan keputusan bisnis. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi pelanggaran prosedural, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya keuntungan pribadi yang diperoleh oleh Karen Galaila Agustiawan.

Dasar hukum yang mendukung bahwa Karen Galaila Agustiawan tidak terbukti menguntungkan diri sendiri dalam putusan tersebut melibatkan prinsip-prinsip yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan peraturan terkait. Berikut adalah dasar-dasar hukum yang relevan:

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001:

  • Pasal 2 ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00.”
  • Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00.”

Dalam kasus ini, pengadilan memutuskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Karen Galaila Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai tindakan yang dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa untuk membuktikan tindak pidana korupsi, harus ada elemen kesengajaan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, yang dalam kasus ini tidak ditemukan.

Namun harus diingat, bahwa berdasarkan keputusan tersebut Karen Galaila Agustiawan, sebagai mantan Direktur Utama PT. Pertamina, telah terbukti melakukan kesalahan serius dalam pengambilan keputusan investasi. Pengabaian prosedur internal, keputusan tanpa persetujuan yang memadai, serta mengabaikan risiko tinggi yang telah diidentifikasi oleh tim due diligence, semuanya menunjukkan bahwa tindakan Karen tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan bertanggung jawab. Keputusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman terhadap Karen adalah tepat dan didukung oleh bukti-bukti yang kuat serta dasar hukum yang relevan.

Kesalahan dalam Keputusan Berinvestasi yang Merugikan Negara

Namun apa sih sebenarnya argumen yang mendukung putusan atas kesalahan Karen Galaila Agustiawan?. Intinya Putusan tersebut berfokus pada aspek kesalahan prosedural dan pengabaian tata kelola yang baik, yang menyebabkan kerugian negara, bukan pada keuntungan pribadi. Berikut adalah analisis yang menyoroti kesalahan-kesalahan tersebut tanpa menuduh keuntungan pribadi:

  1. Pengabaian Prosedur Internal dan Due Diligence:
    • Bukti:
      • Hasil due diligence dari Tim Internal PT. Pertamina dan Tim Eksternal PT. Delloite Konsultan Indonesia (PT. DKI) dan Baker McKenzie Sydney menunjukkan banyak ketidaklengkapan data dan risiko tinggi.
      • Keputusan investasi tetap dilanjutkan tanpa kajian mendalam.
    • Dasar Hukum:
      • Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN):
        • Pasal 23 ayat (1): “Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”
        • Pasal 23 ayat (2): “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Direksi wajib menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.”
      • Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi:
        • Pasal 2 ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara.”
  2. Keputusan Tanpa Persetujuan Dewan Komisaris:
    • Bukti:
      • Rapat Direksi yang memutuskan untuk melanjutkan investasi tidak didokumentasikan dalam Notulen Rapat Direksi.
      • Pengabaian rekomendasi Dewan Komisaris yang menyarankan agar investasi hanya digunakan untuk melatih tim Pertamina dalam bidding, bukan untuk mengakuisisi PI Blok BMG.
    • Dasar Hukum:
      • Anggaran Dasar PT. Pertamina:
        • Pasal 11: “Dalam setiap rapat Dewan Direksi harus dibuatkan Notulen Rapat Direksi.”
      • Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance):
        • Pasal 25 ayat (1): “Rapat Direksi wajib didokumentasikan dalam bentuk notulen rapat yang ditandatangani oleh seluruh anggota Direksi yang hadir dan disimpan dengan baik.”
        • Pasal 25 ayat (2): “Setiap keputusan rapat Direksi wajib dilaksanakan sesuai dengan keputusan tersebut.”
  3. Keputusan Berdasarkan Valuasi yang Tidak Valid:
    • Bukti:
      • Nilai penawaran untuk akuisisi PI Blok BMG didasarkan pada skenario upside potential yang tidak terbukti dan sangat berisiko.
      • Laporan dari PT. DKI menunjukkan bahwa skenario upside potential tidak dapat dijadikan dasar untuk berinvestasi.
    • Dasar Hukum:
      • Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN):
        • Pasal 5 ayat (1): “BUMN harus menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).”
      • Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance):
        • Pasal 4: “Prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik meliputi transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran.”
  4. Kesengajaan Mengabaikan Risiko:
    • Bukti:
      • Hasil due diligence menunjukkan risiko yang sangat tinggi, namun keputusan untuk melanjutkan investasi tetap diambil.
    • Dasar Hukum:
      • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001:
        • Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara.”

Penegakan Hukum yang Kaku?

Saya banyak berdiskusi dengan banyak orang yang sangat menyanjung bahwa dengan kontribusi dan jasa Karen Agustiawan bagi PERTAMINA bahkan negara sangatlah besar, tentulah kita tidak mengharapkan ada “Karen” yang lain yang menjadi pesakitan di tahanan karena penegakan hukum yang kaku. Dan harus ada pendekatan alternatif penyelesaian setiap tindakan bisnis yang tidak selalu mendatangkan untung dalam pengurusan perusahaan agar tidak latah diuji dengan prosedur hukum pidana. Jaminan alternatif penyelesaian masalah seperti ini akan mendorong professional terbaik untuk berkarya bersama bagi BUMN.

Menghormati kontribusi dan jasa Karen Agustiawan bagi Pertamina dan negara adalah penting, namun penegakan hukum yang tegas terhadap prosedur tata kelola perusahaan juga tidak dapat diabaikan. Kasus ini menekankan bahwa setiap tindakan bisnis, terutama yang melibatkan dana publik, harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang benar untuk menghindari risiko kerugian negara yang besar.

Prosedur internal dan regulasi bukanlah penghalang, tetapi merupakan mekanisme untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan pengelolaan risiko yang efektif. Dalam kasus ini, pengabaian prosedur mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp568.066.000.000, yang seharusnya dapat dihindari.

Pendekatan alternatif penyelesaian masalah bisnis memang penting, namun harus tetap berada dalam kerangka hukum dan prosedur yang ada. Hal ini untuk memastikan bahwa semua keputusan yang diambil bertanggung jawab dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik.

Penegakan hukum yang konsisten adalah bagian dari menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap BUMN. Menoleransi pelanggaran prosedur dapat menciptakan preseden buruk dan mengundang pelanggaran yang lebih besar di masa depan.

Justru dengan penegakan tata kelola yang baik, profesional terbaik akan lebih terdorong untuk berkarya di Pertamina. Mereka akan merasa yakin bahwa perusahaan dijalankan dengan integritas dan transparansi, tanpa ada ruang untuk penyimpangan.

    Pelajaran Berharga bagi BUMN dari Kasus Karen Agustiawan: Pentingnya Kepatuhan dan Tata Kelola yang Baik

    Kasus ini menekankan pentingnya mematuhi prosedur dan regulasi dalam setiap pengambilan keputusan bisnis di BUMN. Dengan menjaga prinsip tata kelola perusahaan yang baik, melakukan due diligence yang komprehensif, dan mendokumentasikan setiap keputusan dengan baik, BUMN dapat menghindari masalah hukum dan memastikan bahwa kepentingan negara selalu terjaga.

    Kasus ini memberikan beberapa pelajaran penting bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal tata kelola perusahaan dan pengambilan keputusan bisnis. Berikut adalah beberapa pelajaran utama:

    Pentingnya Kepatuhan terhadap Prosedur dan Regulasi:

    BUMN harus selalu mematuhi prosedur internal dan regulasi yang berlaku dalam setiap pengambilan keputusan bisnis. Pelanggaran prosedur dapat mengakibatkan kerugian besar bagi negara dan perusahaan, serta menimbulkan masalah hukum bagi para pengambil keputusan.

    Kepatuhan terhadap Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance):

    Tata kelola perusahaan yang baik meliputi transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran. BUMN harus memastikan bahwa setiap keputusan bisnis didokumentasikan dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut.

    Pentingnya Due Diligence dan Analisis Risiko:

    Setiap keputusan investasi harus didukung oleh due diligence dan analisis risiko yang komprehensif. Mengabaikan hasil due diligence yang menunjukkan risiko tinggi dapat mengakibatkan kerugian yang signifikan.

    Dokumentasi dan Persetujuan yang Tepat:

    Semua keputusan penting harus didokumentasikan dengan baik dalam bentuk notulen rapat atau memorandum resmi. Persetujuan dari Dewan Komisaris dan pihak terkait lainnya harus diperoleh sebelum melanjutkan keputusan besar.

    Konsekuensi Hukum atas Pelanggaran:

    Kasus ini menunjukkan bahwa pelanggaran prosedur dan regulasi dapat memiliki konsekuensi hukum yang serius, bahkan jika tidak ada keuntungan pribadi yang diperoleh. BUMN harus menyadari pentingnya mematuhi aturan untuk menghindari masalah hukum.

    Kepentingan Negara dan Transparansi:

    BUMN mengelola aset dan sumber daya yang merupakan milik negara. Oleh karena itu, setiap keputusan bisnis harus dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik negara dan memastikan transparansi dalam setiap langkahnya.

    Perlunya Pendidikan dan Pelatihan:

    Pendidikan dan pelatihan mengenai tata kelola perusahaan, manajemen risiko, dan kepatuhan hukum harus ditingkatkan untuk semua level manajemen di BUMN. Ini akan membantu mencegah pelanggaran di masa depan.

    Manajemen Krisis dan Konflik Kepentingan:

    BUMN harus memiliki mekanisme yang jelas untuk mengidentifikasi dan mengelola potensi konflik kepentingan. Manajemen krisis yang efektif juga penting untuk menangani situasi yang dapat merugikan perusahaan dan negara.

    Jika saya Lawyer Kasus Karen Agustiawan

    Jika saya pengacara dalam kasus Karen Agustiawan, saya akan mengejar tanggung jawab perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC. Dengan asumsi tidak ada konflik kepentingan antara Karen dan perusahaan tersebut, berikut adalah langkah-langkah dan aspek yang akan saya kejar:

    Perjanjian dan Kontrak:

    • Isi Kontrak: Periksa dengan cermat isi kontrak atau perjanjian antara PT. Pertamina dan CCL. Identifikasi apakah ada ketentuan spesifik yang dilanggar oleh CCL. Misalnya, apakah CCL gagal memenuhi kewajiban mereka dalam hal pengiriman, kualitas produk, atau pembayaran?
    • Klausul Penyelesaian Sengketa: Pastikan apakah kontrak tersebut mencakup klausul mengenai penyelesaian sengketa. Jika ya, telusuri apakah klausul tersebut sudah dijalankan atau tidak. Ini penting untuk menentukan langkah hukum berikutnya.

    Jenis Pelanggaran:

    • Pelanggaran Kontrak: Tinjau apakah CCL melanggar ketentuan dalam kontrak. Misalnya, apakah mereka gagal memenuhi kewajiban kontraktual yang telah disepakati?
    • Kelalaian: Cari bukti apakah CCL lalai dalam memenuhi standar operasional yang dapat diterima, yang mengakibatkan kerugian bagi PT. Pertamina. Identifikasi apakah ada tindakan atau kelalaian yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.

    Bukti Kerugian:

    • Dokumentasi: Kumpulkan semua dokumen yang dapat membuktikan adanya pelanggaran atau kerugian, termasuk korespondensi, laporan keuangan, dan kesaksian. Pastikan semua bukti terdokumentasi dengan baik untuk memperkuat argumen di pengadilan.
    • Kerugian Finansial: Hitung kerugian finansial yang dapat diukur akibat tindakan atau kelalaian CCL. Ini termasuk kerugian langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh PT. Pertamina.

    Hukum yang Berlaku:

    • Yurisdiksi: Tentukan hukum mana yang berlaku untuk kontrak tersebut. Identifikasi hukum negara mana yang mengatur kontrak dan di mana yurisdiksi pengadilan yang relevan untuk menyelesaikan sengketa ini.
    • Peraturan Terkait: Cari tahu apakah ada peraturan atau undang-undang yang relevan yang dapat digunakan untuk menilai tindakan CCL. Ini termasuk peraturan nasional maupun internasional yang berkaitan dengan perdagangan dan kontrak komersial.

    Tindakan CCL:

    • Penjelasan CCL: Minta penjelasan dari CCL atas tindakan mereka. Apakah ada faktor eksternal atau force majeure yang mereka klaim mempengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kewajiban kontraktual? Evaluasi apakah penjelasan tersebut sah dan dapat diterima secara hukum.

    Perbuatan Yang Memperkaya Suatu Korporasi Yang Merugikan Negara

    Bagian ini sebenarnya yang tidak pernah disinggung oleh pengacara Karen dan Hakim. Mereka menganggap bahwa Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC adalah perusahaan asing sehingga tidak menjadi fokus utama. Namun menurut saya mereka tetap dapat diusut karena melibatkan keuangan negara,

    Jadi berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 2 ayat (1):Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00.

    Untuk dapat menyimpulkan bahwa CCL diuntungkan dalam kerugian negara yang diakibatkan oleh keputusan investasi PT. Pertamina, diperlukan bukti bahwa CCL menerima keuntungan finansial atau material yang signifikan dari kesepakatan tersebut, dan bahwa keuntungan ini berhubungan langsung dengan kerugian yang dialami oleh PT. Pertamina. Jika bukti tersebut ditemukan, maka CCL dapat dianggap diuntungkan secara tidak adil dari kerugian negara ini.

    Untuk menentukan apakah Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC dapat dianggap diuntungkan dalam kerugian negara yang diakibatkan oleh keputusan investasi PT. Pertamina, diperlukan analisis mendalam terhadap beberapa faktor kunci. Berikut adalah beberapa pertanyaan dan langkah yang dapat diambil untuk melakukan analisis ini:

    1. Tinjauan Perjanjian dan Transaksi:
      • Isi Kontrak: Periksa dengan cermat isi kontrak antara PT. Pertamina dan CCL. Apakah ada ketentuan dalam kontrak yang secara langsung atau tidak langsung memberikan keuntungan finansial atau material kepada CCL sebagai hasil dari keputusan investasi ini?
      • Detail Transaksi: Analisis detail transaksi keuangan yang terjadi antara PT. Pertamina dan CCL. Apakah ada pembayaran, transfer aset, atau keuntungan lainnya yang diterima oleh CCL sebagai bagian dari kesepakatan ini?
    2. Analisis Keuntungan Finansial:
      • Keuntungan Finansial CCL: Hitung apakah ada keuntungan finansial yang diterima oleh CCL sebagai hasil dari kesepakatan investasi ini. Apakah mereka menerima pembayaran atau imbalan lain yang signifikan dari PT. Pertamina?
      • Kondisi Kontrak: Apakah kondisi kontrak menguntungkan CCL dengan cara yang tidak proporsional, seperti harga yang terlalu tinggi, biaya yang tidak wajar, atau persyaratan yang menguntungkan CCL secara tidak adil?
    3. Evaluasi Kerugian Negara:
      • Kerugian Finansial untuk PT. Pertamina: Tentukan besaran kerugian finansial yang dialami oleh PT. Pertamina sebagai akibat dari investasi ini. Bagaimana kerugian tersebut dihubungkan dengan transaksi atau kesepakatan dengan CCL?
      • Keterkaitan dengan CCL: Apakah ada hubungan langsung antara kerugian negara yang dialami oleh PT. Pertamina dan keuntungan yang diterima oleh CCL?
    4. Motivasi dan Tindakan CCL:
      • Niat dan Kelalaian: Apakah ada bukti yang menunjukkan bahwa CCL mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa tindakan mereka akan mengakibatkan kerugian bagi PT. Pertamina?
      • Keterlibatan dalam Keputusan: Apakah CCL terlibat dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada kerugian ini? Apakah mereka memberikan informasi yang menyesatkan atau tidak akurat yang mempengaruhi keputusan PT. Pertamina?
    5. Penyelidikan dan Bukti Tambahan:
      • Korespondensi dan Komunikasi: Kumpulkan semua korespondensi dan komunikasi antara PT. Pertamina dan CCL. Apakah ada indikasi bahwa CCL berusaha mempengaruhi atau memanfaatkan situasi untuk keuntungan mereka?
      • Laporan Keuangan dan Audit: Periksa laporan keuangan dan hasil audit dari kedua perusahaan untuk mencari bukti adanya keuntungan yang tidak wajar bagi CCL.

      Analisis ini memerlukan pengumpulan bukti yang komprehensif dan konsultasi dengan akuntansi forensik untuk memastikan bahwa semua aspek transaksi dan keuangan diperiksa dengan teliti.

      Semoga bermanfaat!

      About the Author

      Obbie Afri Gultom, SH, MA, LLM, CHFI, CCRO, CSRS, PhD (Candidate), is the Editor-in-Chief at "Gultom Law Consultants"/SDK Business Legal & Consulting Group (PT Sentral Diklat Konsultindo), a leading firm in corporate management and consulting. A graduate of Erasmus University Rotterdam in 2019 through the StuNed scholarship program, he completed his Master of Law at the University of Auckland in 2022. With four years of experience in Corporate Business Law, including two years in the private sector and two years in a law firm, along with nine years in State Financial Law and Public Audit as an Auditor, Obbie possesses deep expertise in contract writing and review, legal research, merger and acquisition processes, corporate management, Good Corporate Governance (GCG), and public auditing. Additionally, he has three years of experience as a Development Policy Researcher at Erasmus University Rotterdam. Currently, Obbie is pursuing a PhD in Law and Public Policy at Karoli Gaspar University Budapest with a full scholarship from the Hungarian government. For professional services, Obbie Afri Gultom can be contacted via WhatsApp at 08118887270.

      Author Archive Page

      Comments

      Post a Comment

      Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

      Mohon Perhatiannya

      Untuk melihat isi posting ini, mohon dukung website ini dengan cara memfollow Instagram kami di bawah ini