Pada tanggal 31 Maret 2021 ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah dalam rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah sebagai kawasan pelestarian dan pengembangan budaya bangsa serta sarana wisata edukasi bermatra budaya nusantara. Aset tersebut berupa taman wisata bertema budaya Indonesia dengan luas keseluruhan 1.467.704 m2 dan bersertifikat hak pakai di bawah penguasaan dan pengelolaan Kementerian Sekretariat Negara. Dengan dikeluarkannya keputusan tersebut maka pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah oleh Yayasan Harapan Kita berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1977 dinyatakan berakhir.

Selanjutnya, guna mendukung pengoptimalan daya guna dan hasil guna pengelolaan TMII, ditentukan dalam Perpres 19 Tahun 2021 bahwa Kementerian Sekretariat Negara dalam melakukan pengelolaan TMII dapat bekerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Menindaklanjuti perpres tersebut, Kementerian Sekretariat Negara pada tanggal 1 Juli 2021 menandatangani Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan (KSP) atas TMII dengan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (Persero) atau PT TWC.
Penandatanganan Perjanjian KSP oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara dan Direktur Utama PT TWC tersebut berlatar belakang bahwa pengelolaan TMII seharusnya dilaksanakan oleh suatu lembaga yang ahli di bidang pariwisata dan selama ini belum secara optimal menyumbang bagi pemasukan keuangan negara (Aji, 2020). Berdasarkan kerjasama mekanisme tersebut, negara akan mendapatkan beberapa keuntungan dari sisi finansial yakni berupa profit sharing dan kontribusi tetap per tahun (Libriainity, 2021). Selain itu, Keuntungan dari sisi non-finansial yaitu pengelolaannya bisa lebih optimal untuk berbagai hal termasuk pendidikan dan pariwisata.
Akan tetapi diketahui bahwa sebelum dilakukan pengambilalihan pengelolaan oleh Kementerian Sekretariat Negara, kondisi TMII telah mengalami kerugian dari waktu ke waktu. Dilaporkan bahwa setiap tahun, Yayasan Harapan Kita sebagai pengelola TMII sebelumnya, mengeluarkan dana subsidi untuk pengelolaan TMII antara Rp40-50 miliar (Taher, 2021). Yayasan Harapan Kita melaporkan bahwa pemasukan yang diperoleh TMII selama ini belum dapat mencukupi kebutuhan operasional dan mereka tidak pernah meminta anggaran negara untuk menutupi kekurangan tersebut. Di samping itu terdapat pula risiko gugatan oleh perusahaan asal Singapura, Mitora Pte Ltd kepada pihak manajemen Yayasan Harapan Kita yang meminta penyitaan terhadap Museum Purna Bhakti Pertiwi dan Puri Jati Ayu di TMII dengan nilai gugatan mencapai Rp 584 miliar yang terdiri dari Rp 84 miliar untuk membayar kewajiban dan Rp 500 miliar sebagai ganti rugi immateriil pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Simanjuntak, 2021).
Sehubungan dengan itu, menurut Ekonom Senior Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, negara tidak akan langsung diuntungkan dengan pengambilalihan aset ini. Bahkan menurutnya, Pemerintah disebutnya harus merugi terlebih dahulu dengan keluar ongkos untuk pengelolaan TMII agar bisa mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang setelah TMII dikelola secara lebih baik. Namun begitu, Piter mengatakan, tujuan pemerintah mengambilalih TMII ini tidak semata hanya karena pertimbangan untung rugi melainkan pada fakta di lapangan bahwa TMII merupakan aset negara yang harus diselamatkan. Selain itu, Menteri Sekretariat Negara, Pratikno menyatakan bahwa rencana pengelolaan TMII oleh PT TWC ini tidak hanya mengutamakan mencari keuntungan layaknya sebuah perusahaan melainkan juga menjadi super creative hub yang bisa dimanfaatkan untuk anak-anak muda sebagai sarana engagement, culture entertainment, education dan preservation.
Terkait dengan hal tersebut, BPKP telah melakukan Audit Tujuan Tertentu terkait pemanfaatan TMII dan berbagai hal yang berkaitan dengan akuntabilitas dan transparansi selama proses peralihan aset negara tersebut. Audit Tujuan Tertentu atas Perjanjian Kerja Sama Pengelolaan Aset TMII yang dimulai sejak tanggal 3 Mei 2021 sesuai sesuai Surat Kepala BPKP Nomor S-328/D2/05/2021 tanggal 30 April 2021.
Pemerintah telah mengeluarkan keputusan pengambilalihan tersebut yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021. Melalui peraturan itu, pemerintah secara resmi telah mengambil alih pengelolaan aset negara (TMII) yang selama 44 tahun ini dikuasai oleh Yayasan Harapan Kita.
Menjadi pertanyaan utama, apakah model Kerjasama Pemanfaatan (KSP) atas TMII dengan PT TWC sudah tepat guna dan bagaimana tata kelola yang ideal untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi TMII sesuai dengan tujuan Perpres 19 Tahun 2021 yang menginginkan TMII dijadikan sebagai kawasan pelestarian dan pengembangan budaya bangsa serta sarana wisata edukasi bermatra budaya nusantara?