Pada Tahun 2013, Kementerian Pertanian mengeluarkan Peraturan terbaru yang mengatur mengenai pedoman perizinan Perkebunan yaitu melalui Permentan Nomor 98 Tahun 2013. Dalam peraturan tersebut Perkebunan diberikan pengertian sebagai segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta menajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Dalam peraturan tersebut diberikan juga pengertian bahwa Usaha perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan. Usaha budi daya tanaman perkebunan merupakan serangkaian kegiatan pratanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan, dan sortasi. Selanjutnya Usaha industri pengolahan hasil perkebunan merupakan kegiatan pengolahan yang bahan baku utamanya hasil perkebunan untuk memperoleh nilai tambah.
Izin dalam bidang perkebunan
Dalam peraturan terbaru ini, Setiap pelaku usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan. Izin usaha dalam bidang perkebunan terdiri dari:
- Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya perkebunan;
- Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P) adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha industri pengolahan hasil perkebunan
- Izin Usaha Perkebunan (IUP) adalah izin tertulis dari pejabat yag berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya perkebunan dan terintegrasi dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
Izin Usaha Perkebunan Untuk Budidaya (IUP-B)
Batasan luasan tanah tertentu yang diwajbikan untuk mendapatkan IUP-B adalah yang dengan luas lebih dari 25 hektar, sedangkan untuk yang luasnya kurang dari luas tersebut akan dilakukan pendaftaran oleh bupati/walikota.
Untuk usaha budidaya tanaman kelapa sawit dengan luas 1.000 hektar atau lebih, teh dengan luas 240 hektar atau lebih dan tebut dengan luas 2.000 hektar atau lebih wajib terintegrasi dalam hubungan dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan, sehingga diwajibkan memiliki IUP. Batas paling luas pemberian IUP-B untuk 1 (satu) perusahaan atau kelompok perusahaan perkebunan adalah:
Tanaman | Batas Paling Luas (ha) | |
Kelapa | 40.000 | |
Karet | 20.000 | |
Kopi | 10.000 | |
Kakao | 10.000 | |
Jambu mete | 10.000 | |
Lada | 1.000 | |
Cengkeh | 1.000 | |
Kapas | 20.000 |
It’s known that India – is http://davidfraymusic.com/project_tag/album/ viagra properien the largest and most reliable online pharmacy store, has made cheaper medicines for Cholesterol are sold under the brand name of Crestor, Mevacor, Zocor, Lescol, etc. The prescription de viagra canada immune system develops as we grow. My retail example: a discount of 20% on 50% margins requires an increase in unit tablet viagra sales of 50% to generate the same profit dollars. It sucks the air from the tube creating pressure that forces the blood to flow into the penis of the discount levitra davidfraymusic.com man.
Tata cara permohonan izin
Persyaratan dokumen IUP-B:
No. | Dokumen | Keterangan |
1. | Profil Perusahaan meliputi Akta Pendirian dan perubahan terakhir yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, komposisi kepemilikan saham, susunan pengurus dan bidang usaha perusahaan;
|
|
2. | NPWP | |
3. | Surat Izin Tempat Usaha | |
4. | Rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan Provinsi dari gubernur untuk IUP-B yang diterbitkan oleh bupati/walikota;
|
|
5. | Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta digital calon lokasi dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta dan file elektronik) sesuai dengan peraturan perundang-undangan
|
|
6. | Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari dinas yang membidangi kehutanan,
|
|
7. | Rencana kerja pembangunan kebun termasuk rencana fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, rencana tempat hasil produksi akan diolah;
|
|
8. | Izin Lingkungan dari gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan | |
9. | Pernyataan kesanggupan:
1). memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT); 2). memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran; 3). memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar sesuai Pasal 15 yang dilengkapi dengan rencana kerja dan rencana pembiayaan; dan 4). melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan;
|
|
10. | Surat Pernyataan dari Pemohon bahwa status Perusahaan Perkebunan sebagai usaha mandiri atau bagian dari Kelompok (Group) Perusahaan Perkebunan belum menguasai lahan melebihi batas paling luas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 |
Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P)
Kapasitas paling rendah industri pengolahan yang diwajibkan untuk mendapatkan IUP-P adalah
Komoditas | Kapasitas | Produk | |
Kelapa Sawit | 5 ton TBS per jam | CPO, inti sawit, tandan kosong, cangkang, serat, sludge | |
Teh | 1 ton pucuk segar per hari | Teh hijau | |
10 ton pucuksegar per hari | The hitam | ||
Tebu | 1.000 ton tebu per hari | Gula Kristal putih |
Dengan demikian untuk industri pengolahan yang kurang dari kapasitas tersebut hanya perlu dilakukan pendaftaran oleh bupati/walikota.
Industri pengolahan untuk mendapatkan IUP-P harus memenuhi penyediaan bahan baku paling rendah 20% berasal dari kebun sendiri dan kekurangannya wajib dipenuhi dari kebun masyarakat/perusahaan perkebunan lain melalui kemitraan pengolahan berkelanjutan.
Persyaratan kemitraan pengolahan berkelanjutan:
- Dilakukan dengan masyarakat/perusahaan perkebunan yang tidak memiliki unit pengolahan dan belum mempunyai ikatan kemitraan dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan;
- Dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis dan bermaterai cukup untuk jangka waktu peling kurang 10 tahun sesuai format dalam peraturan;
Tata cara permohonan izin
No | Dokumen | Keterangan |
1. | Profil Perusahaan meliputi Akta Pendirian dan perubahan terakhir yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, komposisi kepemilikan saham, susunan pengurus dan bidang usaha perusahaan;
|
|
2. | NPWP | |
3. | Surat Izin Tempat Usaha | |
4. | Rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan kabupaten/kota dari bupati/walikota untuk IUP-P yang diterbitkan oleh gubernur;
|
|
5. | Rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan Provinsi dari gubernur untuk IUP-B yang diterbitkan oleh bupati/walikota;
|
|
6. | Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta digital calon lokasi dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta dan file elektronik) sesuai dengan peraturan perundang-undangan
|
|
7. | Jaminan pasokan bahan baku dengan menggunakan format seperti tercantum dalam Lampiran IV dan Lampiran XII | |
8. | Rencana kerja pembangunan usaha industri pengolahan hasil perkebunan; | |
9. | Izin Lingkungan dari gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan | |
10. | Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan dengan menggunakan format seperti tercantum dalam Lampiran XIII; |
Perubahan Luas Lahan
Bagi Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP-B atau IUP dan akan melakukan perubahan luas lahan melalui perluasan atau pengurangan, harus mendapat persetujuan dari gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan, dengan dua cara yaitu:
- Mengajukan permohonan secara tertulis dilengkapi persyaratan yang sama seperti saat mengajukan izin yang disebutkan diatas;
- Hasil Penilaian Usaha Perkebunan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian tentang Penilaian Usaha Perkebunan, laporan kemajuan fisik dan keuangan Perusahaan Perkebunan
Kewajiban Perusahaan Perkebunan
Dalam peraturan ini juga diatur mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang Izin Usaha Perkebunan, yaitu:
- memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran;
- menerapkan teknologi pembukaan lahan tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam secara lestari;
- memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem pengendalian organisme pengganggu tanaman;
- menerapkan AMDAL, atau UPL dan UKL sesuai peraturan perundang-undangan;
- menyampaikan peta digital lokasi IUP-B atau IUP skala 1:100.00 atau 1;50.000 (cetak dan elektronik) disertai dengan koordinat yang lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepada Direktorat Jenderal yang membidangi perkebunan dan Badan Informasi Geospasial;
- memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan dan pembangunan kebun masyarakat diselesaikan paling lama dalam waktu 3 tahun;
- melakukan kemitraan dengan Pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar;
- melaporkan perkembangan Usaha Perkebunan kepada pemberi izin secara berkala seiap 6 bulan sekali dengan tembusan kepada:
- Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal dan gubernur apabila izin diterbitkan oleh bupati/walikota;
- Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal dan bupati/walikota apabila izin diterbitkan oleh gubernur.
Larangan-Larangan yang diatur dalam Permentan No.98 Tahun 2013
Terdapar beberapa larangan yang diatur dalam peraturan terbaru ini, adapun larangan-larangan tersebut meliuputi antara lain Larangan untuk:
- Memalsukan mutu dan/atau kemasan hasil perkebunan;
- Menggunakan bahan penolong untuk pengolahan;
- Mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain;
- Mengiklankan hasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsument;
- Menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari penjarahan dan/atau pencurian
Dasar Hukum
Permentan Nomor 98 Tahun 2013 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan
Terima kasih atas penjabaran permentan 98 tahun 2013, ada yang ingin saya tanyakan dalam hal pengurusan perizinan perkebunan, Izin usaha dalam bidang perkebunan terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B)
2. Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P)
3. Izin Usaha Perkebunan (IUP)
Jadi kalo pengusahan ingin melakukan pengurusan izin perkebunan, izin manakah yang harus di ambil terlebih dahulu ? mohon penjelasan.
atas infromasinya diucapkan terima kasih.
Bisakah sebuah perusahaan menguasai & mengelolah sebuah lahan tanpa memiliki HGU. Bisakah izin lokasi / izin usaha perkebunan dijadikan bahan pedoman untuk menguasai & mengola sebuah lahan yang tidak mempunyai hgu
Bagaimanakah cara mendapatkan referensi untuk biaya retribusi (Resmi) pengurusan Izin usaha perkebunan di suatu daerah kabupaten yang belum ada Peraturan Daerah yang mengatur tentang itu??
Mohon penjelasan, apabila sebuah perusahaan telah memiliki IUP, apakah masih perlu IUP-B & IUP-P? Thnks penjelasannya
Bagaimana proses pendaftaran dari awal s/d akhir utk dpt ijin prinsip lokasi dari walikota/bupati?
Bagaimana perlakuan hukum terhadap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perkebunan setelah lima tahun, dengan izin lokasi dan izin usaha perkebunan juga menyusul
Misal: Perusahaan A pada tahun 2000 membuka lahan dengan luas 300 hektar dan melakukan penanaman kelapa sawit tanpa izin lokasi dan tanpa izin perkebunan, kemudian pada tahun 2015 sudah panen dan seiring dengan itu perusahaan A tsb isinya baru diurus dan baru keluar..
Pertanyaanya: Apakah perusahaan tsb bisa dikatakan melanggar pasal 105..dan bagaimana dgn pejabat penerbit apakah termasuk dalam unsur pasal 106 uu no 39 thn 2014?mksh