Gratifikasi menjadi topik yang paling hangat dibicarakan terutama terkait dengan usaha pemberantasan korupsi di negeri ini. Bukan apa apa, batasan gratifikasi yang kurang jelas menyebabkan sulitnya memberantas tindakan melawan hukum ini. Apalagi jika ditinjau dari sisi budaya Indonesia, dimana memberikan dan diberikan sesuatu hadiah merupakan sesuatu yang mulia dan lumrah dalam kehidupan bermasyarakat. Terus, masalahnya dimana sih gratifikasi itu?
Mari kita lihat definisi gratifikasi itu apa sih?
Berdasarkan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001, pengertian Gratifikasi yakni sebagai berikut:
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Namun definisi gratfikasi di atas, dibatasi dengan pengecualian yang harus diketahui yakni diatur dalam Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi:
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK
The prescription free levitra sperms should move faster to reach the woman ovary and mate with the egg. I offer courses such as this at listmission.com and thefreedomlist.com. cheapest price viagra This Kamagra ED drug will help you to get erection in just 45 minutes, http://greyandgrey.com/working-from-home-and-workers-compensation/ levitra generika unlike the blue pills that take one hour or even longer. These services make sure that your order levitra 100mg pills is delivered to your doorstep! It’s the time for celebration.Disebut sebagai illegal gratuties, karena memang secara definisi gratifikasi bermakna netral sebagaimana pengertianya dalam UU Tipikor. Namun ada suatu kondisi yang menjadikannya ilegal atau masuk dalam ketgori pidana, yaitu jika memenuhi pasal 12B UU Tipikor.
“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:….”
Jika dilihat dari rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri adalah pada saat Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya.
Sehingga berdasarkan statement di atas, apakah ada dimungkinkan gratifikasi tidak melawan hukum. Misalnya, pemberian hadiah kepada seseorang mantan pejabat atau pejabat yang masih aktif tapi si pemberi tersebut tidak pernah berhubungan dengan pekerjaan pejabat atau pekerjaan si pejabat tersebut. Menurut interpretasi penulis, dalam keadaan seperti ini, sebenarnya tidak termasuk gratifikasi yang melawan hukum. Namun kondisi tersebur harus dibuktikan, apakah di lapangan demikian?
Sebenarnya topik gratifikasi ini masih menjadi perdebatan, karena seperti yang saya katakan sebelumnya; terdapat crossover antara nilai budaya dan nilai hukum positif yang menyebabkan penegak hukum harus dapat menganalisa dan memutuskan secara tepat sesuai dengan professional judgement-nya terhadap kasus gratifikasi tersebut.
Sekian.